Motivasi Menulis : Sebuah Perjalanan Menulis

 

Motivasi Menulis : Sebuah Perjalanan Menulis
desain By Canva (Motivasi Menulis)


Semua orang memiliki motivasi menulis. Perjalanan menulis akan menjadi sejarah jika ditulis dalam sebuah cerita dan dapat dinikmati oleh semua orang. 

Mari maembaca motivasi menulis yang insyaAllah akan menjadi motivasi pula bagi Anda yang suka menulis. 

Selama membaca 

Berawal dari Menulis di Buku

 

“Mulailah menulis dari apa yang kamu ketahui. Kalau tidak tahu? Risetlah. Itu jawabannya.” (Primadona Anggela)

 

Bercerita tentang dunia kepenulisan sudah menjadi satu tema yang selalu saya kisahkan. Dari kenapa suka menulis, suka-duka saat menulis, dan akhirnya bisa mempunyai karya yang masih dibawa kata sempurna. 

Saya suka menulis sejak duduk di bangku SD. Tapi hanya suka menulis saja, dan belum mengetahui penting beserta manfaatnya. Apalagi sampai berpikir bahwa menulis dapat mengubah karir dan berpenghasilan. Tapi saya sungguh suka menulis. 

Saya pun ingat, saya suka menulis dari hal-hal kecil seperti menulis catatan yang diberikan ibu guru, curhat di lembaran buku. Suatu malam saya habiskan catatan sejarah saya yang ditugasi oleh guru SD. Waktu itu saya habiskan semalam hanya menulis hampir setengah dari buku catatan saya. Saya sangat bangga bisa menulis catatan sebanyak itu. Pagi hari saya bilang ke ayah saya. 

“Ayah, saya menulis banyak catatan semalam, lihat ini banyak sekali kan catatan yang saya tulis.” 

Jawaban ayah singkat saja  “Itukan cuma catatan.” Sambil mengeluarkan motor yang sedang parkir di ruang tamu. Karena memiliki lahan yang sedikit, ayah terpaksa memasukkan motornya ke ruang tamu, walaupun sempit tapi digunakan selama masih bisa digunakan. Jawaban ayah terlihat biasa saja, tapi, tidak membuat saya lemah untuk terus menulis. Hanya satu alasan kenapa saya suka menulis waktu itu. Karena tulisan tangan saya bagus dan rapi. 

 

Menulis di Lembaran double folio

Kegemaran menulis saya terus lanjutkan hingga duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah di salah satu pondok di Lombok NTB- Nurul Hakim. Pesantren pilihan kedua orang tua untuk anak-anaknya melanjutkan pendidikan.

Di awali dari pemberian buku oleh sang kakak. Dia sering memberikan buku-buku motivasi, bukan sebagai pembangkit motivasi agar tetap menulis hanya sebagai pengembangan diri saja. Ternyata buku-buku itu sangat bermanfaat dan dari buku-buku itulah saya terjerat dalam dunia kepenulisan.

Saya ingat betul. Buku pertama yang disodorkan waktu itu adalah buku “Bacalah” karya Suherman. Buku yang menjelaskan manfaat membaca, peradaban membaca dikalangan ulama, pentingnya menuntut ilmu, bagaimana para ulama menulis dan belajar. Semua motivasi dalam buku tersebut benar-benar membakar semangat saya. Tapi, saya tidak langsung mengeksekusikan dalam keseharian saya, saya baru menekuninya setelah duduk di bangku SMP kelas 3. 

Dan pada saat SMA saya sudah menulis pada lembar double folio. Waktu itu saya sering membeli kertas double folio seharga Rp2.000 untuk kegiatan menulis saja. Saya hanya menulis kegiatan pondok, kenakalan dan hukuman yang diberikan ustazah, kadang menulis tentang motivasi kehidupan. Yah, karena buku-buku yang diberikan kebanyakan bahkan hampir semuanya adalah buku motivasi pengembangan diri, jadinya saya menulis tentang motivasi. Dari situ juga saya mudah memberi motivasi terhadap diri saya. 

 

Pinjam uang demi beli buku 

Waktu terus berlalu, tahun berganti tahun. Akhirnya saya lulus dari pondok. Kedua orang tua melanjutkan studi saya ke salah satu universitas swasta di Malang. 

Di sana saya mulai menekuni belajar untuk bisa menulis yang baik. Saya belajar secara otodidak. Bagaimana menulis yang baik, bagaimana menulis di media massa, mengikuti event-event, dan juga menerbitkan buku. Semuanya saya cari tahu sendiri. 

Di malang saya senang sekali jalan-jalan ke toko buku, kadang saya berani tak belanja hanya ingin beli buku. Ah, saya malu menceritakan hal ini kembali, yah, karena saat ini sudah berubah. Bahkan kembali jalan-jalan ke toko buku pun sulit. 

Saya ingat pernah membeli buku tapi nggak ada uang. Waktu itu pergi bersama seorang teman asal Flores. Namanya Diana, Mahasiswa Muhammadiyah Malang juga. Waktu itu kami pergi ke matos, salah satu pusat perbelanjaan yang sangat ramai. Saya sudah tetapkan tujuan sebelum pergi, yaitu harus ke Gramedia yang berada di matos. 

Saya dengan bangga masuk dan melihat jejeran buku yang membuat mata  tak berkedip. Begitu juga teman saya. kami berdua memiliki hobi yang sama, menulis dan juga membaca. Kami juga punya impian yang sama, ingin menjadi penulis. 

Sampailah, saya di sebuah rak buku motivasi dan pengembangan diri. Satu per satu buku saya lihat dan baca sinopsis yang tertera di cover belakangnya. Dapatlah saya sebuah buku dengan cover berwarna biru, judulnya Happiness In Side, saya membalikkan buku melihat harga di cover belakang. Tertera harga buku Rp.50.000. 

“Waduh, mahal banget.” Tekus saya dalam hati. 

Saya melihat sisa uang saya di kantong hanya ada Rp.10.000 . 

“Bagaimana mau beli buku dengan uang segini, sedangkan uang saya hanya Rp.10.000 belum lagi ongkos pulang nanti.” Keinginan yang besar ingin memiliki buku tersebut, dengan sedikit membuang rasa malu. Akhirnya aksi pinjam uang pun saya lakukan. Buku pun terbeli.  

Saya berani menghutang untuk mendapatkan sebuah buku baru. Motivasi-motivasi terkumpul. Kegiatan menulis saya semakin berkembang. Tak jarang saya mengirimkan beberapa tulisan saya ke media, namun gagal, juga mengirimkan tulisan ke media cetak tapi juga gagal. Namun, apakah kegagalan ini membuat saya jera? Tidak!

Motivasi harus tetap dipupuk. Dengan cara-cara yang berbeda. Seperti yang selalu saya lakukan. Menulis setiap hari tanpa mengenal salah atau benar, membeli buku, mencatat hal-hal penting untuk dijadikan bahan tulisan, atau jalan-jalan ke tempat-tempat yang saya suka. Begitulah saya mengolah motivasi dalam hidup saya. 

Merasa gagal dan pulang

Perjalanan sudah sangat jauh, saya juga belum punya karya dan berhasil menembus media. Tapi, saya tetap dalam pendirian saya. Saya melakukan muhasabah diri dengan cara menempelkan beberapa pesan positif di dinding kamar untuk dijadikan pengingat. 

INGAT!

1.      Bangun jam 02.30

2.      Mandi dan tahajud

3.      Menulis

4.      Shlat subuh

5.      Tidak tidur setelah subuh

6.      Membaca

Di atas merupakan jadwal wajib saya dulu. Hal itu saya lakukan pula karena ada alasan lain. Waktu itu saya terserang penyakit serius yang mengharuskan saya masuk ke ruang operasi untuk mengangkat penyakit tersebut. 

Tumor Thyroid. Yah, penyakit ganas itu telah menyerang saya ketika masih berumur 18 than masih semester 1. Dan dokter menyarankan untuk tidak lanjut kuliah, karena salah satu organ tubuh saya akan rusak karena operasi tersebut. Salah satu pita suara saya tidak berfungsi, suara saya berubah menjadi sedikit serak, banyak orang tidak bisa mendengar suara saya kalau lagi berbicara, kadang harus mengulang beberapa kali. Saya pun keluar dari kampus. Dan tidak melanjutkan kuliah. Saya meninggalkan malang. Dari situlah motivasi hidup mulai berkurang. Dua tahun saya tidak berbaur dengan orang-orang yang pandai menulis, jauh dari buku-buku motivasi. Dan benar impian jadi penulis pun hilang. 

2014 
Ngampus, Menulis dan berkarya lagi

Mendaftar kembali di dunia kampus, mengikuti lagi ospek yang sangat melelahkan. Tapi, begitulah perjuangan. Apa pun harus diteladani agar tidak menyesal dikemudian hari. 

Kata ayah “Kamu akan ayah sekolahkan ke mana pun kamu mau, ayah rela bekerja siang dan malam, asal kalian mau sekolah.” 

Bahkan ayah lebih semangat untuk pendidikan anak-anaknya. Maka, saya pun ingin terus bertahan untuk melanjutkan kuliah. 

Tentang menulis belum terlintas untuk memulai. Nah, ketika hari pertama masuk kelas. Dan pengenalan mata kuliah dan kontak belajar kami disodorkan nama mata kuliah oleh dosen. Dari semester 1 hingga akhir semester. Hanya dengan melihat nama mata kuliah saja, saya tersentak gembira. Karena apa yang saya inginkan semuanya ternyata ada pada program studi ini. 

Saya mendaftar sebagai mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Yang paling saya ingat adalah 4 keterampilan bahasa yang dipelajari sejak semester 1. Keterampilan pertama adalah keterampilan menyimak, diikuti keterampilan berbicara saat semester dua, keterampilan membaca kemudian yang terakhir menulis. nah, di sinilah “Bom” diri saya meledak. Ilmu kepenulisan saya dapatkan secara utuh. Meski kadang saya sendiri tidak menggunakannya dengan benar. 

Sejak semester satu itu juga saya mulai mengembalikan semangat menulis saya, saya aplikasikan kembali kegiatan-kegiatan saya yang pernah hilang dulu. Karena di Lombok saya belum menemukan komunitas atau group menulis secara langsung. Maka, saya masih mengikuti kelas belajar menulis secara on line meski harus mengeluarkan duit. Kelas pertama yang saya ikut adalah kelas KBMO part 1. Yang dikomandani oleh Jee luvenia. Dari kelas ini saya tidak mendapat apa-apa. Saya ganti kelas lain. saya lupa nama kelas apa waktu itu. Saat itu saya menulis bersama ibu rumah tangga. Dan Alhamdulillah dari situ mulai ada hasil meskipun baru antologi. Dan beberapa buku antologi lainnya saya dapatkan. 

Karya perdana 

Apa yang diharapkan dari seorang penulis kalau bukan karyanya terbit. Apalagi sampai bisa membuat buku solo dan diterbitkan oleh penerbit mayor. Setelah ikut beberapa kelas NuBar Jatim secara online akhirnya saya bisa ikut nulis bareng dan diterbitkan. Meskipun buku yang kami tulis tidak dipasarkan secara luas. Terserah juga sih siapa yang mau menjualnya atau tidak. Namun, memiliki kaya saja sudah cukup untuk saja, apalagi bisa dibaca oleh para pembaca lainnya.

 Beberapa buku antologi yang pernah saya hasilkan adalah:

1.      Ceraikan Aku (2019)

2.      Aku Tak Sempurna, tapi Luar Biasa (2019)

3.      Broken TakSelalu Patah (2018)

4.      Selamat datang malikatku (2018)

5.      Literasi dan Pustakawan (2019)

Karya solo:

1.      Kekuatan Pena: Jangan Menulis Nanti Keliling Dunia (2018)

2.      Muslimah Kanan (2021)

“Jangan menutup kehidupan kita hanya dengan cerita yang disampaikan lewat lisan. Karena, yang keluar dari lisan bisa berbeda beda dan belum tentu benar. Maka, marilah kita ukir karya lewat tulisan. Jasat bisa mati. Namun tulisan akan abadi.” (Hesty T Gorang)

Posting Komentar untuk "Motivasi Menulis : Sebuah Perjalanan Menulis "